Tuhan sudah menganugerahkan pengampunan bagi kita melalui sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Seturut teladannya, kita pun hendaknya juga berusaha untuk mengampuni diri dan sesama kita dengan sungguh.
Saint Eduardo Choir adalah satu kelompok paduan suara milik orang muda katolik Paroki St. Eduardus Watunggong yang telah tiga tahun eksis. Kelompok ini siap melayani koor untuk segala jenis/nuansa perayaan Ekaristi seperti pemberkatan nikah, kedukaan, pemberkatan gedung/rumah, syukuran keluarga dan misa kategorial.
Tuhan kembali mengundang kita untuk mendengarkan Dia. Tuhan juga mau segala sesuatu yang telah kita dengar dari Dia tidak kita simpan untuk diri kita sendiri. Semua hal baik tersebut harus kita bagikan dengan cara menjadi teladan baik bagi orang lain.
Warna-warni dalam lutrgi Gereja Katolik merupakan simbol yang sarat makna dan penggunaannya disesuaikan dengan tema atau nuansanya. Gereja Katolik menggunakan warna-warni liturgi untuk membedakan setiap perayaan yang menjadi kekhasan tersendiri dan menjadi kekuatan sebuah Perayaan Ekaristi.
Kita diciptakan dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing dengan tujuan agar kita saling mengisi dan kehidupan bersama. Kisah Kapak, gergaji, palu dan api merupakan sebuah cerita inspiratif untuk kita contohi bagaimana kerendahan hati dan kelemahlembutan serta kasih mengalahkan sesuatu yang keras, terutama hati yang membatu.
Tuhan sudah senantiasa menyapa kita dengan firmanNya. Tuhan juga ingin agar kita menanggapi sapaanNya itu dengan hati yang terbuka. Sebab hanya dalam keterbukaan yang tulus, kita dapat memahami kehendakNya dan mencapai kebahagiaan dalam hidup.
Tuhan memanggil setiap kita kepada pelayanan seturut kemampuan kita. Dia juga akan menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan dalam pelayanan kita selama kita mau meminta dan dengan rendah hati selalu mempercayakan diri kepada-Nya.
Perjalanan hidup membawa kita pada berbagai perjumpaan dengan berbagai individu dalam beragam situasi dan nuansa. Setiap pertemuan akan berujung pada perpisahan yang tidak jarang menuntut orang untuk sedih, menangis dan bahkan terluka. Itulah yang dialami juga oleh umat paroki St. Eduardus Watunggong yang harus berpisah dengan seorang gembalanya.