Hari ini Gereja Katolik memperingati 4 orang kudus yang merupakan para pewarta ulung Injil dengan menerjang badai sebagai misionaris.
Santo Adelbertus dari Magdeburg Rasul bangsa Slavia
Santo Adalbert dari Magdeburg, mungkin lahir di Alsace Perancis. Ia adalah seorang biarawan Benediktin dari Biara Santo Maximinus dari Trier di Jerman. Adelbertus ditahbiskan sebagai uskup dan pada tahun 961 dan dikirim ke Kievan Rus, atas permintaan Ratu Olga kepada Kaisar Otto Agung dari Kekaisaran Romawi Suci agar mengirimkan para misionaris ke Kievan Rus demi mengajarkan iman Katolik kepada mereka.
Namun Misi Uskup Adelbertus dan rombongannya tidak membuahkan hasil karena sesaat setelah tiba di Kievan Rus; rombongan misionaris ini diserang oleh Putera Ratu Olga, Raja Svyatoslav yang telah mengambil alih tahta dari ibunya. Raja Svyatoslav kemudian membunuh semua misionaris dalam rombongan Adelbertus. Uskup Adelbertus nyaris tertangkap, namun Tuhan menuntun Uskup Adelbertus hingga ia dapat meloloskan diri dari Kievan Rus.
Adalbert kemudian pergi ke kota Mainz, di mana ia kemudian diangkat menjadi abbas (kepala biara) Wissembourg di Alsace. Dalam biara ia bekerja sangat keras untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi para biarawan. Beberapa tahun kemudian Adelbertus diangkat menjadi Uskup Agung di Magdeburg, sebuah kota di Saxony - Anhalt.
Ketika Keuskupan Agung Magdeburg ditunjuk Bapa Suci Paus untuk menyediakan para misionaris bagi wilayah Slavia Eropa Timur; Uskup Agung Adelbertus melaksanakan tugas berat ini dengan sangat gemilang. Hanya dalam beberapa dekade Jumlah umat beriman berkembang dengan sangat pesat sehingga Uskup Adalbert kemudian ditugaskan juga untuk membentuk beberapa keuskupan baru seperti Keuskupan Naumburg, Meissen, Merseburg, Brandenburg, Havelberg dan Keuskupan Poznań di Polandia.
Seorang anak didik Uskup Adelbertus di kemudian hari melanjutkan pekerjaan besarnya. Anak didiknya tersebut juga menggunakan nama Adelbertus sebagai kenangan akan gurunya; dan kini ia dikenal sebagai Santo Adalbertus dari Praha.
Santo Adelbertus dari Magdeburg tutup usia dengan tenang pada tanggal 20 Juni tahun 981 di Merseburg Jerman.***
Adelbertus adalah variasi lain dari nama : Albertus. Berasal dari Bahasa Jerman Kuno “Adal” yang berarti : bangsawan dan “beraht” yang berarti : “Terang”, “Bersinar” atau “Cemerlang”
Albert, Albertus, Adalberht (Ancient Germanic), Adelbert, Albert, Albrecht (German), Albert (Polish), Æðelbeorht (Anglo-Saxon), Albert (Danish), Adelbert, Albert, Albertus, Bert, Elbert (Dutch), Albert, Ethelbert, Al, Bert, Bertie (English), Alpertti, Altti, Pertti (Finnish), Albert, Aubert (French), Alberte (Galician), Albert (Hungarian), Adalberto, Alberto (Italian), Albaer, Baer, Bèr (Limburgish), Albertas (Lithuanian), Albert (Norwegian), Adalberto, Alberto (Portuguese), Albert (Russian), Albert (Slovene), Adalberto, Alberto (Spanish), Albert (Swedish)
Santa Florentina adalah saudari dari tiga orang kudus dari Iberia Spanyol yaitu; Santo Leander, Santo Isidorus, dan Santo Fulgentius. Dia lebih muda dari Santo Leander dan Santo Fulgensius, tapi lebih tua dari Santo Isidorus.
Mengikuti teladan saudara-saudaranya, Florentina juga mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Ia menjalani pola hidup asketis dengan sangat keras dan mengumpulkan para wanita yang tertarik untuk menjalani kehidupan religius lalu membentuk sebuah komunitas biarawati di kota Ecija (Astigis), dimana kakaknya Fulgentius menjadi uskup. Biara itu dikenal dengan nama biara Santa Maria de Valle.
Santa Florentina menulis sendiri peraturan hidup (Regula) para biarawati ("Regula sive Libellus de institutione virginum et de contemptu mundi ad Florentinam sororem") dimana ia mengatur para biarawati agar menjalani hidup asketis dengan ketat, menghindari interaksi dengan para wanita yang hidup untuk dunia, dan dengan laki-laki, terutama kaum muda; merekomendasikan kesederhanaan dalam pola makan dan minum, memberikan saran mengenai pembacaan dan meditasi pada Kitab Suci, dan memerintahkan untuk saling mengasihi bagi sesama anggota biara, masyarakat dan negara.
Santa Florentina sendiri hidup dengan teladan yang tidak pernah menyimpang dari segala ketetapan yang telah di tulisnya, sehingga para biarawati sangat menghormati dan mencintainya. Ia meninggal dengan tenang di Ecija pada sekitar tahun 636.***
Bentuk Feminim dari nama Florentinus. Berasal dari kata latin flos yang berarti : Bunga / Berkembang
Florentine (French), Florence(English), Florentia (Latin)
Bentuk Pendek :
Flo, Florrie, Flossie, Floella (English)
Bentuk Maskulin :
Florentin (French), Florencio (Portuguese), Florencio, Florentino (Spanish), Florentinus (Late Roman)
Michelina dilahirkan pada tahun 1300 di Pesaro, Italia. Keluarganya kaya dan ia menikah dengan seorang kaya pula. Michelina punya pembawaan riang gembira. Ia senantiasa tampak seperti tidak punya masalah apa pun. Tetapi, ketika usianya baru dua puluh tahun, suaminya meninggal. Tiba-tiba saja, Michelina merasa sendirian di dunia ini dengan seorang putera kecil untuk dibesarkan.
Ibu muda ini tampak bersemangat menemukan kebahagiaan dari segala yang ada di sekelilingnya. Hidupnya menjadi serangkaian pesta pora, hura-hura dan santapan mewah. Rasanya ia tidak akan pernah puas menikmati segala kesenangan yang ditawarkan dunia. Setelah beberapa waktu berselang, ia sadar bahwa ia harus menyisihkan lebih banyak waktu untuk puteranya. Ia juga harus bertanggung jawab atas cara ia mempergunakan harta dan waktunya. Ia merasa jiwanya kosong. Akhirnya, Michelina mulai tenang dan menjadi seorang dewasa yang bertanggung jawab.
Di Pesaro, tinggallah seorang Fransiskan awam yang kudus bernama Syriaca. Ia tahu bahwa Michelina adalah seorang yang baik yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan agar lebih beriman. Syriaca dan Michelina menjadi sahabat. Syriaca memberikan pengaruh yang besar kepada sahabatnya itu.
Michelina mulai rajin berdoa. Ia merawat anaknya dan mengurus rumahnya dengan penuh perhatian. Ia melewatkan waktu luangnya untuk melayani mereka yang miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Ia mengunjungi mereka yang kesepian dan merawat mereka yang terlalu tua atau terlalu sakit untuk dapat mengurus dirinya sendiri. Pada akhirnya, ia menjadi seorang Fransiskan awam. Awalnya, para sanak saudara khawatir ketika ia meninggalkan baju-baju mewahnya dan mulai makan makanan sederhana. Tetapi kemudian, mereka yakin bahwa Michelina sungguh telah menjadi seorang beriman.
Michelina tinggal di rumah yang sama di Pesaro sepanjang hidupnya. Ia wafat pada tahun 1356 dalam usia lima puluh enam tahun. Untuk mengenangnya, penduduk kota Pesaro memasang sebuah lampu yang senantiasa menyala di rumahnya. Pada tahun 1590, rumah Beata Michelina dibangun menjadi gereja.***
Michelina adalah bentuk feminim dari nama Michael.
Michael berasal dari nama Ibrani מִיכָאֵל (Mikha'el) yang berarti "siapakah yang seperti Allah?".
Mihaela (Croatian), Michaela, Michala (Czech), Mikaela, Mikkeline (Danish), Michelle (Dutch), Michaela, Michelle, Makayla, Mckayla, Michayla, Mikayla, Mikhaila (English), Mikaela (Finnish), Michèle, Michelle, Micheline (French), Michaela, Michi (German), Mihaela, Mihaila (Macedonian), Mikaela (Norwegian), Michalina (Polish), Micaela, Miguela (Portuguese), Mihaela (Romanian), Michaela (Slovak), Mihaela (Slovene), Micaela, Miguela (Spanish), Michaela, Mikaela (Swedish), Mykhaila (Ukrainian)
Bentuk Pendek : Lina
Santo Paus Silverius adalah paus kita yang ke-58. Tak banyak informasi yang tersedia tentang masa awal kehidupan paus ini. Dalam beberapa catatan yang tersedia, ia disebutkan lahir sekitar tahun 480 di Frosinone, Campania Italia, putra Paus Hormisdas (paus ke-52) yang sebelum menjalani hidup membiara dan terpilih sebagai Paus, adalah seorang awam yang menikah. Sejak usia belia, Silverius sudah mengabdikan dirinya bagi Gereja.
Pada masa Santo Paus Agapitus I, Silverius menjadi pelayan umat sebagai Subdiakon kota Roma. Sesungguhnya ia hanyalah seorang subdiakon biasa yang saleh dan rendah hati. Ia terpilih menjadi paus akibat intrik politik dan perseteruan antara Kerajaan Bizantium dan Kerajaan Ostrogoth.
Pada tanggal 22 April 536, Paus ke-57 Agapitus I wafat di Konstantinopel. Sede vacante (takhta kepausan yang kosong) melahirkan banyak intrik dan kepentingan untuk mengusung calon pengganti paus. Ratu Theodora dari Konstantinopel berniat mengintervensi pemilihan Paus. Permaisuri Kaisar Yustinianus Agung (482-565) ini adalah seorang pendukung bidaah Monofisitisme dan berusaha mengorbitkan Diakon Agung Vigilius untuk menjadi paus. Vigilius juga pendukung Monofisitisme dan pernah menjadi tamu kehormatan Ratu Theodora di Konstantinopel. Kepada sang Ratu Virgilius berjanji untuk mendukung Monofisitisme jika ia menjadi Paus.
Monofisitisme adalah paham yang meyakini bahwa hanya ada satu kodrat dalam diri Yesus, yakni kodrat ilahi. Paham ini bertentangan dengan ajaran Konsili Efesus (431) dan dikutuk pada Konsili Khalsedon (451). Gereja Katolik mengimani, kodrat ilahi dan kodrat manusiawi Kristus tidak bercampur, sekaligus tak terpisahkan.
Di lain pihak, Raja bangsa Ostrogoth yang saat itu menguasai Italia, Theodahad (480-536 M), tidak menginginkan seorang kaki-tangan Konstantinopel terpilih menjadi Paus. Theodahad mengetahui peluang besar Diakon Vigilius untuk menjadi Paus dan berusaha mencegah skenario ini. Berkat pengaruh Raja Theodahad, akhirnya subdiakon Silverius terpilih menjadi paus yang baru.
Terpilihnya seorang Subdiakon sebagai Uskup Roma mengalahkan seorang Diakon senior adalah hal yang tidak lazim dan menuai penolakan dari sebagian besar kaum klerus di Roma. Paus Silverius I dituding telah menyuap raja Theodahad untuk mendukungnya dalam pemilihan Paus. Tudingan ini terbukti tidak benar setelah beberapa klerus yang terkenal saleh memberikan kesaksian dan mendukung kepemimpinan Seilverius I. Kisah penyuapan itu terbukti sebagai fitnah dan merupakan bentuk perlawanan terhadap Gereja dengan dilatarbelakangi kebencian kepada Silverius dan Bangsa Goth.
Silverius menjadi Paus pada masa yang kacau-balau. Ia menjadi bulan-bulanan pihak Bizantium karena menentang keras bidaah Monofisitisme. Banyak sekali fitnah dan intrik untuk melemahkan, bahkan melengserkannya sebagai Uskup Roma. Tahun pertama pengembalaan Paus Silverius ditandai dengan memanasnya hubungan antara Kerajaan Bizantium dan Kerajaan Ostrogoth. Situasi dalam kota Roma juga carut-marut akibat perebutan kekuasaan antara Raja Theodahad dan Vitiges.
Pada tahun 535 M Kaisar Justinianus Agung yang selalu ingin mengembalikan kekuasaannya di wilayah Barat, mendeklarasikan perang terhadap Kerajaan Ostrogoth di Italia. Pasukan Bizantium dikerahkan ke Italia dibawah pimpinan Jenderal berpengalaman, Flavius Belisarius. Jendral Veteran ini menerima perintah Kaisar saat berada di Kartago Afrika Utara dan baru saja menaklukkan Kerajaan Vandal yang telah berkuasa Afrika Utara selama satu abad. Dari Afrika, Belasarius bersiap menyerbu Italia bersama tujuh ribu lima ratus orang pasukannya.
Sementara itu, kemelut dalam keluarga kerajaan Ostrogoth terus berlanjut. Raja Theodahad terbunuh oleh Vitiges, yang kemudian naik takhtah pada bulan Agustus 536. Vitiges lalu membuat huru-hara dan menjarah kota Roma. Ia merampok kota itu serta menghancurkan gereja-gereja dan katakombe. Relikwi para kudus banyak yang dinista dan dimusnahkan.
Pada saat Vitiges dan pasukannya berpesta-pora menjarah kota Roma, Jenderal Belisarius dan pasukannya mendarat di pulau Sisilia dan terus bergerak ke Utara untuk merebut daratan utama Italia. Belisarius tiba di Naples (Napoli) dan merebut kota itu tanpa perlawanan berarti dari tentara Ostrogoth. Pada tanggal 9 Desember 536, Belisarius menaklukkan kota Roma dan menawan Vitiges bersama isterinya Matasuntha. Mereka kemudian dikerangkeng dan dibawa ke Konstantinopel sebagi tawanan.
Dengan takluknya Kerajaan Ostrogoth, Bizantium kini berkuasa di Italia. Ratu Theodora segera memerintahkan penahanan Paus Silverius dengan tuduhan membangkang pada Kaisar dan bersekongkol dengan bangsa Goth. Pada Maret 537 Paus Silverius ditangkap. Jubah kepausannya dilucuti dan diganti dengan jubah para pertapa. Ia lalu diasingkan ke Patara, Lycia. Diakon Vigilius kemudian diangkat sebagai paus yang baru dan ditahbiskan sebagai Pus Gereja Katholik ke-59 pada tanggal 29 Maret 537 M.
Dalam pembuangannya di Patara, Silverius bertemu dengan Uskup Patara. Sang Uskup segera menyadari bahwa Silverius sama sekali tidak bersalah dan telah difitnah. Ia kemudian berangkat ke Konstantinopel dan membawa masalah ini kehadapan Kaisar. Dari Konstantinopel Kaisar memerintahkan Jenderal Belisarius untuk menyelidiki kasus ini. Silverius segera segera terbukti tak bersalah dan Kaisar memutuskan untuk mengembalikan takhtah kepausan pada Silverius. Paus yang teraniaya itu lalu dijemput untuk dibawa kembali ke Roma.
Berita kepulangan Selverius membuat Vigilius dan para pendukungnya khawatir. Dengan dukungan Ratu Theodora mereka menculik Paus Silverius dan membuangnya ke pulau Ponza (terletak di gugusan kepulauan Pontine di Laut Tyrrhenia, bagian dari Laut Mediterania) di Pantai Barat Italia. Di pulau terpencil ini Paus Silverius di kurung secara tidak manusiawi. Ia mengalami penderitaan lahir dan batin hingga wafat dengan menyedihkan. Konon, ia wafat tak lama setelah tiba di Pulau tersebut. Tradisi mengatakan bahwa paus ini wafat karena kelaparan, namun tradisi lain mengatakan bahwa ia tewas dibunuh oleh orang suruhan Vigilius. Diyakini Paus Silverius wafat pada 20 Juni 537 namun ada juga yang menyebutkan tanggal 11 November 537.
Paus Silverius dikuburkan di pulau Ponza dan makamnya masih ada sampai hari ini. Ia dinyatakan sebagai Santo Pelindung pulau Ponza dan Pelindung para nelayan. Namanya telah tertera dalam daftar para Kudus sejak abad ke-11 dan pestanya dirayakan pada setiap tanggal 20 juni. Setiap tahun, pada hari pesta santo Silverius, warga pulau Ponza menggelar tradisi yang mereka sebut : La Festa di San Silverio. Tradisi ini berlangsung meriah dan dimulai dengan misa dan perarakan patung santo Silverio diatas miniatur perahu (simbol Santo pelindung para nelayan pulau Ponza) oleh seluruh penduduk pulau Ponza.***
Silverius adalah nama Latin yang diturunkan dari kata Silva yang berarti : Gunung / Kayu
Silverio (Italian), Silverio (Spanish)