Sajak-sajak Bermakna, Meneropong Horizon Kemerdekaan RI

Sajak-sajak berikut ini mengajak kita untuk sejenak merenung, merefleksikan perjalanan kehidupan kita pasca kemerdekaan, sudah sejauh mana pemaknaan terhadap kemerdekaan bangsa, sudah sejauh mana kita melangkah untuk mengejar dan meraih impian, sudah seberapa besar kita "berada" bagi sesama.

Gambaran meneropong kehidupan

Karya : SajakKimia


“Angkuh”

 

Ada seorang musafir yang kelelahan dan hampir mati

Perjalanannya yang begitu panjang serasa tak berguna tatkala harus terhenti

Lama dia mengumpat dalam hati

‘Tuhan sudah tak peduli lagi!”

Ribuan kilo ia berjuang melawan badai

hingga kaki serasa sudah tak mampu untuk berlari pun berdiri

 

Kata-kata hujatan semakin ngeri

Musafir ini mengumpat dengan keji

Tanpa sadar, Tuhan datang menghampiri

Bukannya respon baik yang diberi

Sang musafir malah memalingkan diri

” Tuhan, aku sudah lelah mencari!

Aku Ingin abadi seperti-Mu

Aku bosan hidup seperti ini!

Aku mau menjadi sempurna seperti-Mu,”

 Ucapnya

 

Lalu......

Seketika Tuhan tertawa geli...

 

 

 

“Refleksi Diri”

 

Nun jauh disana...

Ada peristiwa tersirat makna dibalik tawa

Resah diselimuti bahagia

Duka dibalik topeng tertawa

 

Nun jauh disana...

Ada puji beralaskan dengki

Dua warna dalam wajah penuh benci

Berharap ada yang mati

 

Nun jauh disana...

Terdengar lantunan doa

Begitu megah dan indah memanjakan telinga

Namun apa daya hati terkurung dosa

 

Nun jauh disana...

Ada tempatmu kan kembali

Bercumbu bersama kasih

Indah bersama Ilahi

Nun jauh disana...

 

  

“Dirgahayu Negeri Antah Berantah “

 

Dirgahayu katanya...

Lucu kejadiannya

Dirgahayu katanya...

hancur polanya

Dirgahayu katanya...

Entah dimana wakilnya

Dirgahayu katanya...

Ah sudahlah!

 

Dirgahayu katanya...

Seisi negeri meringis atas nama nyawa

Dirgahayu disana

Situasi pilu disini nyatanya

“pada akhirnya semua sama kan?”

Itu katanya

Sama hidupnya namun beda nasibnya

Lucunya “dirgahayu” bersuara

 

Berapa banyak janji lagi yang harus dimakan?

Belum habiskah permainan?

Kasihanilah anak-anak negeri yang harus berkutat melawan keadaan

Haruskah dilawan?

 Oh tidak!

Kita hanya kembali menjadi figuran di cerpen negara

 

 

 

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT