Sajak-sajak berikut ini mengajak kita untuk sejenak merenung, merefleksikan perjalanan kehidupan kita pasca kemerdekaan, sudah sejauh mana pemaknaan terhadap kemerdekaan bangsa, sudah sejauh mana kita melangkah untuk mengejar dan meraih impian, sudah seberapa besar kita "berada" bagi sesama.
Karya : SajakKimia
“Angkuh”
Ada seorang musafir yang kelelahan dan hampir mati
Perjalanannya yang begitu panjang serasa tak berguna tatkala harus
terhenti
Lama dia mengumpat dalam hati
‘Tuhan sudah tak peduli lagi!”
Ribuan kilo ia berjuang melawan badai
hingga kaki serasa sudah tak mampu untuk berlari pun berdiri
Kata-kata hujatan semakin ngeri
Musafir ini mengumpat dengan keji
Tanpa sadar, Tuhan datang menghampiri
Bukannya respon baik yang diberi
Sang musafir malah memalingkan diri
” Tuhan, aku sudah lelah mencari!
Aku Ingin abadi seperti-Mu
Aku bosan hidup seperti ini!
Aku mau menjadi sempurna seperti-Mu,”
Ucapnya
Lalu......
Seketika Tuhan tertawa geli...
“Refleksi Diri”
Nun jauh disana...
Ada peristiwa tersirat makna dibalik tawa
Resah diselimuti bahagia
Duka dibalik topeng tertawa
Nun jauh disana...
Ada puji beralaskan dengki
Dua warna dalam wajah penuh benci
Berharap ada yang mati
Nun jauh disana...
Terdengar lantunan doa
Begitu megah dan indah memanjakan telinga
Namun apa daya hati terkurung dosa
Nun jauh disana...
Ada tempatmu kan kembali
Bercumbu bersama kasih
Indah bersama Ilahi
Nun jauh disana...
“Dirgahayu Negeri Antah Berantah “
Dirgahayu katanya...
Lucu kejadiannya
Dirgahayu katanya...
hancur polanya
Dirgahayu katanya...
Entah dimana wakilnya
Dirgahayu katanya...
Ah sudahlah!
Dirgahayu katanya...
Seisi negeri meringis atas nama nyawa
Dirgahayu disana
Situasi pilu disini nyatanya
“pada akhirnya semua sama kan?”
Itu katanya
Sama hidupnya namun beda nasibnya
Lucunya “dirgahayu” bersuara
Berapa banyak janji lagi yang harus dimakan?
Belum habiskah permainan?
Kasihanilah anak-anak negeri yang harus berkutat melawan keadaan
Haruskah dilawan?
Oh tidak!
Kita hanya kembali menjadi figuran di cerpen negara