Renungan Minggu 16 Februari 2025, Bahagia : Miliki Sikap Miskin di Hadapan Tuhan

Bahagia merupakan hak setiap orang namun sering kebahagiaan tidak dirasakan orang sebagian besar orang karena alasan-alasan tertentu yang tidak hanya berasal dari diri sendiri namun datang dari orang-orang disekitar yang tidak ada kepedulian terhadap penderitaan sesama, hilangnya karakter sebagai insan yang saling membutuhkan satu sama lain.

Yesus menyampaikan Sabda Bahagia ketika mengajar di bukit

Hari ini kita diperdengarkan pada sebuah Firman serta pewartaan Yesus yang amat fenomenal dalam seluruh ajaranNya, yakni tentang Sabda Bahagia.

Sabda bagahia merupakan sebuah ajaran kasih Yesus yang populer bukan hanya di dalam Gereja Katolik tetapi sudah banyak golongan, agama bahkan orang perorangan yang sering membawakan dalam materi-materi seminar maupun pewartaan.

Yesus mengarahkan ajaranNya pada keberpihakan pada mereka yang lemah, miskin dan membutuhkan perhatian sesama. Pelayanan kasih harus ditampakkan dalam setiap reksa pastoral kita untuk menggapai banyak orang dan membawanya lebih dekat edngan Tuhan.

Pengharapan kita kepada Tuhan hendaknya dinyatakan dalam doa dan karya. Kita tidak perlu merasa takut kehilangan harta nanmun takutlah jika kita kehilangan karakter, kehilangan harga diri karena tidak hidup sebagaimana yang diharapkan Tuhan.

“Seorang praktisi Stoa seharusnya merasakan keceriaan senantiasa dan sukacita yang terdalam, karena ia mampu menemukan kebahagiaannya sendiri, dan tidak menginginkan sukacita yang lebih daripada sukacita yang dari dalam (inner joys)” kata Lucius Annaeus Seneca, seorang filsuf Stoik, dalam On the Happy Life.

Kebahagiaan terletak pada bagaimana kita dapat mengatur/memanage kehidupan kita, membuat hidup kita jadi lebih berarti bagi sesama. Pelayanan dan karya karitatif terhadap sesama merupakan salah satu kunci untuk kita bahagia karena kita telah membuat orang lain bahagia walaupun hanya dengan kehadiran dan pemberian yang sederhana.

Sebuah adagium bijak terungkap "If You lost your wealth, You have lost nothing, if You lose Your health You have lost something, but if You lose Your character, You have lost everything. Kalimat tersebut menggugat kemanusiaan kita, seakan memaksa kita untuk membongkar kebiasaan lama (acuh tak acuh pada sesama) untuk berani keluar dari zona nyama tersebut dengan bergerak menuju "aku yang lain", mendekatkan diri dengan karakter hakiki kita sebagai aku bagi "aku yang lain".

Pada zaman ini, orang sering mengartikan bahwa miskin, sakit, menderita, dikucilkan adalah orang yang dihukum dan tidak diberkati Tuhan, sedangkan orang yang sehat, kuat, ganteng, kaya adalah orang-orang yang dicintai dan diberkati oleh Tuhan. Apakah memang begitu ukuran berkat Tuhan bagi manusia? Tentu saja: Tidak! Allah bersabda, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari Allah; diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan" (Yer. 17:5). Jadi, tidak ada kata miskin dikutuk dan kaya diberkati. Yang ada adalah orang yang mengandalkan diri sendiri dan yang mengandalkan Tuhan dan menaruh harapannya pada Tuhan. 

Dalam sabda bahagia, Yesus menyampaikan soal orang miskin, lapar, menangis, menderita, dikucilkan, dan juga orang yang kaya. Bagaimana memahami sabda bahagia ini? Pertama-tama sabda bahagia mau menunjukkan fokus pastoral Tuhan Yesus kepada orang miskin, menderita, lapar dan tersingkir serta terpenjara. Ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan harapan bagi yang mengalami ketidak-beruntungan. Bahwasanya, menderita, sakit, lapar, terpenjara, dikucilkan bukan menjadi alasan untuk menanggalkan iman kita atau putus asa. Tuhan mengingatkan juga mereka yang memiliki kecenderungan untuk lekat pada harta benda dan tidak peduli kepada orang yang miskin. Kita ingat akan perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin. 

Kita hendaknya mampu memintal luka-luka yang sobek pada sebagian saudara kita yang mengalami kesakitan, kemiskinan, penderitaan akibat kelalaian kita memaknai kemanusiaan kita. Kita sering lupa bahwa kehidupan kita juga merupakan sebuah pemberian bagi mereka yang membutuhkan. Kita tidak hanya hidup untuk diri sendiri tetapi akan lebih bermakna jika kita turut mengambil bagian dalam penderitaan sesama, mengurangi rasa sakit, kelaparan dan penderitaan mereka. Itulah yang akan menumbuhkan kebahagiaan sejati.

Untuk bahagia, baik kaya maupun miskin dan menderita, orang harus memiliki sikap miskin di hadapan Tuhan. Sikap ini menuntun orang untuk selalu mengandalkan Tuhan dan menaruh setiap harapan kepada Tuhan. Sikap miskin di hadapan Tuhan juga akan melahirkan sikap peduli kepada sesama secara khusus mereka yang membutuhkan perhatian dan uluran tangan. Marilah kita bersama-sama menjadi orang yang bahagia dan diberkati Tuhan. 

God Bless!!!

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT