Bumi Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Fakta Pemanasan Global

Pelatihan Katekese Digital yang diselenggarakan oleh Komisi Kateketik (KOMKAT) Keuskupan Ruteng menjadi langkah baik untuk para agen pastoral berselancara dalam pewartaabn digital. Salah satu tema yang ditawarkan kepada kelompok enam untuk dinarasikan dalam berita adalah tentang Pemanasan Global.

Ilustrasi pemanasan global

Pemanasan global telah menjadi isu umum karena terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pemanasan global atau global warming adalah istilah yang menggambarkan peristiwa kenaikan suhu rata-rata daratan, lautan dan atmosfer bumi secara bertahap. Salah satu fenomena dari pemanasan global adalah perubahan ilkim. Perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Aktivitas ini meningkatkan konsentrasi karbon dioksida dan gas lainnya di atmosfer, yang menghalangi radiasi panas keluar dari Bumi, menyebabkan efek rumah kaca. Hal ini telah meningkatkan suhu rata-rata global hingga 1,62 derajat celsius di atas tingkat praindustri pada November 2024.

Rahim ibu bumi diobok-obok dan meninggalkan luka menganga yang parah. Manusia dengan rakusnya mengeruk dan menggerogoti seluruh kandungan ibu bumi dengan cara yang amat kejam, seolah tak bernurani. Sunggu, bumi kita sedang berada pada fase letih, sakit, menjerit, menangis karena manahan perih luka.

Keserakahan manusia yang mengeruk isi rahim bumi kemudian menciptakan sebuah suasana hati yang panas, marah dari ibu bumi. Semesta seakan mulai menunjukkan sifat kemarahannya kepada manusia. berbagai bencana terjadi di belahan dunia. Bumi menjadi sangat panas, suhu dan iklim bumi tidak menentu. Prediksi BMKG sering tidak sesuai dengan gerakan kemarahan alam. Ya, tanpa sadar kita telah membangunkan emosi marah alam.

Dampak langsung dari kenaikan suhu adalah anomali cuaca yang semakin sering terjadi, seperti El Nino yang intensif. Fenomena ini mengakibatkan kekeringan di beberapa wilayah dan hujan lebat di wilayah lain yang mengganggu ekosistem dan aktivitas manusia. Selain itu, suhu laut yang tetap tinggi menunjukkan percepatan pemanasan global yang sulit diprediksi meskipun terjadinya fenomena La Nina.



Perubahan iklim menyebabkan terjadinya kekeringan yang dialami Gereja lokal Keuskupan Ruteng seperti berkurangnya debit air bersih, gagal panen dan panas yang berkepanjangan. Keluhan-keluhan tentang kekeringan atau kurangnya air bersih disampaikan oleh adik-adik mahasiswa UNIKA St. Paulus Ruteng yang tinggal di kost-kostan.

Dalam jangka panjang, perubahan iklim berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem, peningkatan frekuensi bencana alam, dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Pembatasan emisi terus disuarakan untuk mengurangi dampak ini. Namun, hingga kini implementasinya secara global masih menghadapi berbagai tantangan.

Kerusakan bumi yang semakin kronis tersebut kemudian menarik perhatian para pencinta alam termasuk pihak Gereja untuk berbuat sesuatu sebagai langkah konkret dalam upaya meminimalisir  perusakan alam.

Ensiklik Paus Fransiskus tentang ‘Laudato Si” (2015) menjadi start awal Gereja untuk bersuara dan bergerak menyelamatkan bumi. Ensiklik yang dikeluarkan pada tahun 1971 tersebut berhasil membangun gerakan dalam Gereja sejagat untuk bersatu dan mengambil langkah bersama dalam proses pencegahan kerusakan alam.

Keuskupan Ruteng sebagai bagian integral Gereja sejagat pun turut menyuarakan gerakan menyelamatkan bumi. Gerakan itu dirumuskan dan digaungkan pada Pastoral Tahun 2024 yakni “Pastoral Ekologi Integral” dengan melakukan kegiatan menanam pohon bambu dan penghematan air yang dilakukan oleh Valerian Karitas.

Pastoral Ekologi Integral menjadi reksa pastoral yang harus diaktualisasikan dalam segala proses pelayanan para agen pastoral bersama umat. Beragam kegiatan ekologis digalakkan untuk dilaksanakan. Reboisasi terus dilakukan sebagai bentuk perhatian dan pencegahan awal terjadinya perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global.

Pembahasan tentang perubahan iklim sebagai akibat dari pemanasan global memberikan penyadaran dan edukasi kepada kita bagaimana mencintai alam.  Pemanasan global merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem kita. Dampaknya yang nyata, seperti perubahan iklim, kenaikan tinggi permukaan laut, dan ekosistem yang rusak menuntut kita untuk segera bertindak. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan kerjasama global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca serta melindungi  sumber daya alam yang ada dengan mengintergrasikan teknologi hijau, mengurangi emisi karbon dan melindungi ekosistem yang dapat membantu mengurangi dampak kerusakan pada keberlanjutan lingkungan.***


(Tugas Pembuatan Narasi Berita dari Kelompok 6)

 

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT